“Percy Jackson?” ulangnya dari seberang sana.
“Iya, yang sea of monster, sequel lightning thief” aku menjelaskan “Emang kenapa?”
“Kamu ngapain nonton film begitu? mubazir.”
Aku tertawa, ini bukan pertama kalinya aku diserang begini “Penasaran aja, aku kan udah baca bukunya, jadi pengen tau gimana jadinya di film ”
“Hollywood. Belakangan modalnya ekranisasi doank”
“Apa?”
“Memindahkan teks ke visual, biasanya disebut ekranisasi“ terdengar helaan nafas “ selain itu , kamu nonton apalagi?”
Ekranisasi, Istilah yang baru di telingaku, biasanya aku Cuma menggunakan kata ‘adaptasi’, tapi aku tidak mau memperpanjang masalah, ”RIPD” jawabku singkat.
“Oh iya,gimana ? aku belum sempat nonton”
“Yah.. ga istimewa istimewa amat, standarlah” jawabku sok tau
“Hollywood banget yah?”
Aku diam dan tertawa lagi, yang abrusan itu salah satu frase favoritenya “Jadi gimana? Besok bisa?” aku mencoba mengalihkan
“Hmmm…oke, besok habis les gambar kita ketemuan di tempat biasa”
“Siap. See you tomorrow” aku menutup pembicaraan kami malam itu.
***
Kami memang biasa bertemu di sini, sebuah taman bacaan yang ada cafenya disebuah jalan yang masih rindang oleh pepohonankota ini. tempatnya yang masih asri, teh es ukuran jumbo dan dan koleksi bukunya yang banyak dan selalu up to date membuat tempat ini masih menjadi pilihan para muda-mudi kota ini untuk menghabiskan sore mereka .
“Sorry telat” aku mengacak rambut panjangnya, duduk di hadapannya dan mencaplok roti bakar di meja. Dia menatapku sebentar “its okay” ujarnya kemudian, seakan akan kami baru bertemu kemaren, padahal ini kali pertama kami bertemu kembali setelah hampir satu bulan aku kembali ke kota ini. Di tengah kesibukannya kuliah, mengajar, les menggambar, produksi film, ngeband, dan seabrek kegiatan lainnnya kami memang susah untuk bertemu. Sebenarnya minggu kemaren kami sudah sepakat untuk bertemu di pemutaran film ‘planet’, sebutanku untuk film yang Cuma cewe ini dan sebangsanyalah yang mengerti, jenis film yang nama sutradara dan pemainnya saja kadang aku susah untuk melafazkannya,tapi berhubung aku juga kedatangan teman dari planetku juga, maka kami tidak bisa bertemu. Mungkin benar kata sebuah buku, dia dari Venus, aku dari Mars.
Aku menatap cewe di depanku ini, masih tidak ada yang berubah setelah 6 bulan ini. dia masih saja dengan kaos polos hitam, jeans belel dan sneakers bututnya yang entah kenapa selalu kelihatan keren. Rambut panjang ikalnya masih dibiarkan tergerai seperti dulu, dan bagian favoritku : kacamata yang biasanya Cuma dipakai ketika sedang membaca, seperti saat ini.
“Kamu udah baca ini ?” ujarnya bertanya
“Hannibal rising” ujarnya membalik novel yang tengah dibacanya menterjemahkan kediamanku “ ini cerita sebelum Hannibal menjadi orang yang kita kenal” jelasnya pendek. Dia berhenti sejenak ,”Kalau novel yang satunya kamu udah baca kan?”
Aku menggeleng “ Cuma nonton filmnya. Seruan mana ama filmnya?”
“Buat aku Hollywood belum pernah berhasil bikin film dari buku -kali ini dia ga pake istilah kemaren- Dia membetulkan letak kacamatany “kecuali lord of the ring mungkin” ujarnya sebelum menghirup es teh di depannya, menghentikan bukunya dan menyelipkan pembatas buku.
Aku menarik buku tersebut, membilak baliknya “hati-hati” peringatan pendek ini membuat aku kaget, aku menatapnya heran “sorry, itu koleksi aku, bukan milik tempat ini ” aku meletakkan buku itu kembali dan kemudian tersenyum “ kamu bisa baca tanda peringatan di belakang kamu itu?”
“Yang mana ?” dia kelihatan bingung kemudian memutar badannya
“ harusnya peringatan itu berbunyi: dilarang membawa makanan minuman dan juga buku dari luar”
Dia Cuma menaikkan bahu “maaf, kurang lucu ” ucapnya sambil menarik buku itu dari tanganku.
**
“Kamu masih hutang cerita ama aku kenapa kamu resign” ujarnya pendek sambil menatapku, kali ini kita sudah pindah ke lantai dua taman bacaan tersebut, di ruangan yang lebih sepi dan cozy, beberapa meja pendek memang disediakan agar pembaca bisa lesehan diruangan ini, tapi lebih banyak menggunakannnya sebagai ruangan untuk tidur-tiduran. Persis seperti yang aku lakukan.
Dia mungkin orang yang kesekian yang menanyakan soal ini, tapi beda dengan yang lainnya. Kalau yang lain aku mungkin bisa langsung berpromosi “Baca di blog aja deh, aku udah certain semua disana” tapi cewe didepanku bukan jenis demikian. Pertama, dia ga akan pernah puas sebelum bisa mendebat dan mengalahkanku, kedua, Dia ga pernah mau baca blog yang ga jelas juntrungannya ini, dan buat aku sih fair-fair aja.
Aku belum menjawab pertanyannya, aku malah memutar-mutar garpu di tangan. Dia kemudian tertawa dan mengacak-ngacak rambutku “Udahlah, ga usah senewen kaya gitu, kalo alasannya memalukan dan kamu belum kuat buat cerita, ya ga usah di paksain”
Aku tersennyum dan membalas mengacak rambutnya
“Ngarang banget” balasku pendek
“Ngarang apaan? Muka kamu langsung berubah pas aku tanya tentang kerjaan” jelasnya, kemudian mengangkat handponenya.dia member kode yang aku terjemahkan sebagai “bentar ya“
Aku diam dan memilih melampiaskannya pada potongan roti yang masih tersisa di hadapanku.
“Ga usah di jemput, aku lagi ama temen” itu yang aku tangkap dari perbincangan mahluk manis ini dengan seseorang yang aku sudah tau pasti siapa.
“Pangeran ya?” ujarku menyebut istilah yang kami gunakan untuk menyebut kekasih hati cewe didepanku ini.
Dia mengangguk “Belakangan lagi rajin banget jemput aku , mungkin takut calon istrinya ini diculik kalo pulang larut malam”
Calon istri? Kalau seandainya ini shitnetron, pasti sudah terdengar suara cymbal yang memekakkan telinga dan wajah aku pasti sudah berada dalam posisi zoom. Bukan lebay, tapi ini kali pertama aku mendengar kata kata demikian keluar dari mulutnya. Bukan, ini bukan karena aku takut kehilangan dia, tapi aku Cuma sama sekali ga menyangka dia bisa seserius ini juga dalam sebuah hubungan, padahal biasanya mahluk didepanku ini adalah mahluk yg amat skeptis. jangankan tentang hubungan dua insan, kami malah sering berdiskusi hebat tentang tuhan!!
“Istri?” aku meyakinkan diri.
Dia tertawa
“Ya, kenapa?” ujarnya menatapku
“Ga, aku ga nyangka aja “
Dia tertawa lagi “Becanda, pangeran belakangan memang udah sering ngomongin hal ini, tapi aku masih belum mikir kesana, masih banyak mimpi yang harus aku kerjain” dia menjawab sambil menerawang.
Aku cuma manggut-mangut, ternyata aku terlalu cepat menyimpulkan
“Hidup sendiri aja masih banyak masalah, masa mau nambah masalah lagi ?”
“Masalah? Masalahnya dimana?” aku mencoba mengujinya “Aku juga belum kepikiram buat merid dalam waktu dekat, tapi aku ga memandang merid sebagai masalah?”
“Ga masalah gimana? Kamu pikir hidup satu rumah dengan dua pikiran yang berbeda itu ga masalah?”
Aku membalasnya dengan mengangkat bahu dan tersenyum. detik berikutnya kami sama-sama diam, tak lama aku pun menghela nafas “teman aku pernah bilang, sekuat apapun kita, seidealis appaun kita, suatu saat kita akan kembali masuk ke system, bukan karena kita, tapi karena dorongan eksternal” aku mentapnya “menurut kamu gimana?”
Dia meletakkan kambeli hanibal rising ditangannya “ emang Socrates pada akhirnya masuk kesisitem, aku pikir ga”
Kali ini aku diam, aku tau aku bakal kalah kalau berpanjang-panjang .yang paling penting sekarang Socrates itu siapa?
**
Apakah kau melihat langit mentari senja
Mengajak untuk menrima keadaan saat ini dan terus maju
Dan bila kehilangan sesuatu
Pastilah suatu saat mimpi itu akan tercapai
“Musti JKT48 ?”
Ujarnya smabil menutup telinga ketika aku berjalan sambil bernyanyi menembus sore setelah sebelumnya di tempat tadi puas berdiskusi-tentang buku, film dan komik, yang pada akjhirnya Cuma menunjukkan kalau aku sangat inferior ketika berada didekatnya. statementnya kalo Aoyama Gosho sudah tidak setajam dulu karena dia berhasil menebak pelaku di beberapa kasus belakangan sukses membuatku meletakkan detektif conan yang sedang aku baca. Tapi itu belum seberapa dibandingkan pertanyaanya tentang nama – nama sutradara dan film planet yang aku sama sekali ga tau
“Hargai orang nyanyi napa ?” tanyaku sambil menjitak kepalanya
“Aku punya hak buat ga denger yang aku ga mau, Negara bebas bung”
Aku tertawa, sementara dia menyumpah menyebutkan beberapa penyanyi yang jangankan tau, ejaannnya saja aku mungkin salah, salah satu yang aku tangkap cuma …Sinatra, dan aku pun ga tau dia punya lagu apa. untunglah, didepan adalah warung minum tujuan kami, aku selamat.
“Eh, kamu udah nonton kundun nya Scorsese ?” dia bertanya lagi sebelum kami memilih bangku. Aku menggeleng untuk kesekian kali.
**
Dia sibuk menghirup teh hijaunya sambil tetap mengamati layar. Pengunjung tempat minum yang kebetulan lagi sepi membuat kami bisa semena-mena, kali ini kami memutuskan nonton serial tv yang baru saja aku unduh tadi malam,kebetulan ini baru episode pilotnya.
“Yang jadi pastur tadi Clint Eastwood ya?” tak berapa lama dia memulai komentarnya
Aku menikmati coklat dingin depanku.
“Tapi ga mungkin banget dia maen Cuma buat tempelan kaya gini”
Aku mengangguk-angguk
“tapi mirip lo!”
Lagi, aku membiarkan dia bercerita, mengomentari segala sesuatunya, dari goa yang keliatan studio banget, acting yang terlalu kaku, dan sebagainya. Berisik, tapi aku suka
“Dia itu bangun setelah 250 tahun lo?”
“Masa gitu doank ?”
Aku kembali menghirup coklat, mengaduk ngaduknya lagi, membiarkan cream lumer ke dalamnya, aku membiarkannya mengomentarI dan membandingkannya dengan cerita original sleepy hollow yang mungkin Cuma diketahui segelintir orang itu. Aku Cuma senyum-senyum sambil akhirnya dia menekan tombol stop dilayar
“Kenapa? Tanyaku kemudian
“Hollywood banget” jawabnya
Aku tertawa, aku mencoba tak tertantang untuk mendebatnya, tapi tetap saja akhirnya di beberapa detik kedepan kami sudah kembali beradu argument. Sampai akhirnya di satu titik. Kami sama sama diam.dan lagi, tiba-tiba saja, aku teringat sesuatu.
“Kamu udah baca parasit lajangnya Ayu Utami”
“Udah”
“Ama shaman seruan mana?” tanyaku sambil menyebut judul lain dari pengarang yang sama
“Beda sih, ini lebih bikin kita merenung “
“Merenung buat ?”
“Yaa, si cewenya kan katanya ga mau nikah, tapi akhirnya, dia nikah juga kan? Ya, parasit lajang bikin kita merenung, kalo orang itu pada satu titik bakal berubah, ga mungkin gitu-gitu aja terus-terusan ” Bahasnya lancar
Aku tersenyum “Ow, sama halnya dengan seseorang yang mungkin sebentar lagi jadi istri pangeran”
Dia diam, menerawang, kemudian menjawab “ mungkin..”
Aku tau, kali ini aku menang.