ATTAR DAN ALEXANDER
Kadang hal hal kecil bisa menjelma menjadi masalah besar. Sama halnya, kadang dalam hal kecil terdapat cerita-cerita besar.
**
ini cerita semut di kamarku.
Oke aku tau kamarku ini tidak begitu bersih. Disana sini terdapat sampah-sampah sisa makanan dan minuman. Tapi menurutku, bukan berarti semut-semut ini berhak mendatangkan warganya seramai ini ke kamarku. Jangan salah, aku tau semut itu juga makhluk tuhan, makanya aku sangat jarang serta merta membunuh semut ( dalam jumlah kecil, atau yang bergerak secara individu) karena aku yakin rejeki mereka mungkin ada di kamarku yang berantakan ini, namun kalau mereka datang dengan jumlah yang banyak seperti ini sih, beda cerita.
Kaki dan tanganku mulai gatal.
Aku kemudian meemutuskan untuk membersihkan sampah sampah yang bisa kutemukan, namun sialnya semut-semut ini masih menyerangku.
Konspirasi macam apa ini?
“ Mau kalian apa sih?” Gerutuku,
Terdengar petir menggelegar. Aku kemudian menghempaskan tubuhku di kasur. Peduli setan, setan-setan kecil ini mau apa. Hujan adalah waktu yang tepat untuk tidur.
**
Ada suara ribut di kepalaku, aku langsung bangun dan mencari sumber suara tersebut,
Ah, aku masih dalam mimpi rupanya : aku mendengar semut-semut ini berbicara!
“Walau kita kecil, kita harus punya target besar, saya yakin kalian semua mampu, kita akan menjadi raksasa, karena kalau tidak, kita akan menjadi budak bangsa yang lebih besar dari kita, belalang misalnya”
“Oh, saya sudah pernah melihatnya juga Pak, di televisi, tapi saya lupa judul filmnya”
Aku mendengar jawaban dari seekor semut lain. Dan mau tak mau aku tertawa, fiksi memang kadang menakutkan.
“ Poinnya bukan disana, anak muda, poinnya adalah, kita harus kembali berjaya, seperti masa Nabi Sulaiman, sekarang saya tanya kepada kalian : siapa yang membuat lapuk tongkat Nabi Sulaiman ?
Aku bukan orang yang menguasai ilmu agama, tapi aku cukup tau cerita ini. Jadi, di agama ku, diceritakan kalau Nabi Sulaiman meninggal dengan bertumpu pada tongkatnya, sampai tidak ada yang tahu kalau beliau sudah meninggal, sampai tongkatnya tersebut dimakan..
“Rayap” terdengar sebuah jawaban.
Benar, dikisahkan kalau rayaplah yang memakan tongkat tersebut, bukan semut. Lebih jauh, bisa juga kisah tersebut merupakan semacam kiasan. Tapi intinya, mengatakan semut yang memakan tongkat tersebut adalah semacam hoax, bukan?
“Maksud saya, kita adalah bangsa yang besar, yang bermimpi besar, dan akan menjadi penakhluk hal-hal besar lainnya”
Sunyi. Dan seperti ketakutanku, suara pemuda semut yang tadi menjawab tidak terdengar lagi. Hilang. Cuma ada pidato berapi-api, yang kemudian membuatku yakin, ini bukan mimpi.
**
Besoknya, pidato kebangsaan semut ini terdengar lagi.
“TIDAK ADA YANG PERLU DI TAKUTKAN! UKURAN BUKAN JAMINAN !!! JADI, SEKALI LAGI, APAKAH KITA TAKUT?”
“TIDAK TAKUT!!!” aku mendengar koor dari serombongan semut.
“KALAU BEGITU, KITA AKAN MENYERANG!! KITA AKAN MENERJANG !!” ucap suara yang tadi bertanya.
“Tapi paman Alexander..” terdengar suara yang lain.
“Ada apa Attar?”
Baiklah, sekarang mereka punya nama, Alexander dan Attar. Menarik.
“Saya pikir, yang perlu diutamakan saat ini bukanlah menyerang, tapi bagaimana mencukupi kebutuhan pangan kita. Karena paman tahu, sekarang sudah musim hujan”
“Jangan mengajari saya Attar, kamu ingat, saya yang membuat kamu menjadi pimpinan semut kamar ini ketika saya pergi ke rumah sebelah!” Tukas Alexander.
“Saya mengerti paman, justru karena itu saya mencoba memberikan yang terbaik untuk semut-semut kamar ini”
Ah, terserah kalianlah. Satu hal yang pasti, pekerjaanku sudah menunggu. Dan saat aku membuka laptopku, tampak beberapa ekor semut berjalan di layar.
“Ini..apa lagi ???” dan tanpa mereka sempat menjawab, aku melakukan jentikan kepada mereka yang membuat mereka mendarat entah dimana.
Dan aku mulai mengetik.
“ADA YANG MATI-ADA YANG MATI, RAKSASA ITU MEMBUNUHNYA”
Aku kaget,dan sedikit kesal, makhluk-makhluk ini memanggilku raksasa. Memang ukuran tubuhku terbilang besar, tapi..sudahlah, kita tidak perlu membahas itu, mari kita dengarkan perbincangan semut-semut ini.
“KITA HARUS MEMBALAS!” lagi-lagi suara Alexander.
“SAUDARA KITA SUDAH DIBUNUH, APA KITA CUMA DIAM?“ lanjutnya kemudian.
Terdengar dengungan yang tidak jelas, tebakanku ini semacam bisik- bisik keraguan diantara para semut lainnya..
“Kalian sudah terlalu lama dipimpin oleh keponakan saya yang lemah. Saya yang salah, saya yang memintanya memimpin kalian”
Aku masih sibuk mengetik. dialog-dialog ini tidak akan selesai dengan sendirinya.
“Maaf paman Alexander, sekali lagi, tanpa mengurangi rasa hormat kepada paman, selama ini semut semut di kamar ini hidup berkecukupan cuma dengan gotong royong mencari sumber makanan yang banyak berserakan di sekitar kamar ini”
“Ah, sudahlah Attar, jangan mendebatku”
Aku sama sekali tidak tau apa yang membuat semut bernama Alexander ini sangat dendam kepada kaum Raksasa, juga bersifat kaku dan otoriter. Aku membayangkan, kalau Alexander ini manusia, dia adalah jenis om-om yang kalau pendapatnya ditentang, atau anak buahnya salah di dalam rapat : benda benda bisa melayang. Ah, tapi siapa aku menjudge dia? kita kan tidak pernah tahu pengalaman pahit masa lalu apa yang sudah dilewatinya?
“Kita bangsa semut walau kecil harus bermimpi besar” Lagi lagi Alexander berorasi.
“Saya mengerti Paman, tapi bagaimana dengan keluarga-keluarga semut kamar ini? kalau mereka mati, bagaimana nasib istrinya, anak-anaknya”
“Apalagi, aku sudah lama disini Paman Alexander, dan aku cukup tahu kalau raksasa satu ini, sangat pemarah !” sambung Attar kemudian.
BANGSAT !! AKU DITUDUH PEMARAH?? tapi Attar ini ada benarnya, aku memang suka menitup, menjentik, kalau sud terlalu banyak semut yang mendekat ke kopi dan kakiku, aku..
“Itu sudah tabiatnya raksasa, lalu apa kita harus diam saja?” Terdengar suara yang berat khas Alexander.
Tidak terdengar lagi suara Attar. Kemana dia? Hilangkah?
**
Aku sedang menikmati rokokku, ketika aku melihat para semut berjalan beriringan di mejaku,
“Ayo hati hati jangan lewat sana, disana ada genangan air” terdengar komando dari dari suara yang aku tahu adalah milik Attar.
Aku tersenyum. Syukurlah. ternyata dia masih hidup, aku pikir setelah membantah Alexander kemaren, dia sudah tidak ada dikamar ini.
“SEDANG APA KALIAN?”
Panjang umur, baru saja kupikirkan sudah terdengar kembali teriakan dari Alexander si semut tua pemarah. Ya, aku baru saja memutuskan menamainya demikian.
“Yang itu tinggalkan saja, jangan dibawa dulu, kita bisa membawanya besok, dia tidak akan membersihkannya hari ini”
Aku kaget. Sialan, ternyata Attar seorang pengamat yang baik.
Tanpa Sengaja aku mengamati pergerakan lain di meja, Aku melihat beberapa semut yang berukuran kecil bergerak. Merapat.
“Paman, mereka…?”
“Iya mereka semut penggigit, mereka temanku ” jelas Alexander
“Apa yang mereka lakukan disini Paman?”
“Kau urus saja urusanmu anak muda”
Ah,untuk pertama kalinya aku setuju dengan Alexander. Aku baru sadar, daripada menguping aku memang sebaiknya menyelesaikan tulisanku, Masih ada beberapa scene yang harus kutulis untuk menyempurnakan skenario ini, belum lagi scene-scene yang butuh perbaikan nantinya. Entah kenapa, aku merasa tidak percaya diri dengan joke-joke yang sudah kutulis, karena di beberapa kasus sebelumnya, joke dan dialog yang kutulis selalu harus dirubah, ditambah, dan disesuaikan. Entahlah. Yang penting aku sudah memberikan yang terbaik.
Aku kemudian mengambil gelas kopiku, tapi ternyata disana sudah dipenuhi semut semut kecil yang menggigitii tanganku, aku pun menaruh kembali mimuman tersebut, mulai mengibas ngibaskan tangan, dan reflek membunuh mereka satu persatu.
Suara-suara pun memenuhi telingaku. Pertama terdengar teriakan kesakitan
“Ayo sudahi dulu pekerjaannnya, kembali, keadaan sedang tidak aman” aku mendengar komando dari Attar.
“Kalian sudah gugur dengan kehormatan.wahai para pejuang. Surga gula menanti kalian” suara lirih Alexander
Aku menghela nafas. Sepertinya gendrang perang sudah ditabuh!
**
Masih pagi. Aku baru tidur paling banyak empat jam setelah mengirimkan skenario bagianku kepada head writer menjelang subuh tadi. Agak telat, dan sepertinya aku memang sudahharus memutakhirkan kemampuan menulisku. Mudah-mudahan buat yang berikutnya aku bisa lebih baik.
Aku terbangun karena kakiku terasa sangat gatal.
Dugaanku benar, semut-semut kecil mulai mengerubungi kakiku. Banyak, sangat banyak!
Terdengar teriakan serbu dan serang di telingaku, dan kemudian aku menyingkirkan mereka yang memenuhi tanganku juga.
“HIDUP ALEXANDER”
“ALEXANDER PEMIMPIN SEJATI”
Tangan dan kakiku kembali diserang. Gatal memang,tapi aku masih mencoba menangkap pembicaraan semut-semut ini semut semut ini.
“Sudahlah Paman Alexander, mari kita kembali, kau cuma akan membuat mereka cedera, istri mereka jadi janda, atau lebih buruk, pulang tinggal nama”
Aku baru sadar, selain yang menyerang kakiku, di bawah sana, masih ada beberapa semut yang hilir mudik. Tebakanku mereka berada di kubu yang berbeda.
“Kau tidak meihat skema besarnya wahai Attar, kalau raksasa ini kalah, maka kita akan punya semuanya, kita akan punya stock gula yang banyak tanpa ada halangan, apa kamu tidak ingin gula?”
“HIDUP GULA!!” terdengar teriakan .
“Tentu saja aku juga mau gula paman, tapi aku tidak akan mengorbankan semut-semut kamar ini untuk itu, masih ada cara lain paman”
“DASAR PEMIMPIN LEMAH, PANTAS SEMUT KAMAR INI HIDUPNYA DALAM KESENGSARAAN”
Aku pernah mendengar hal semacam ini sebelumnya, tapi aku lupa dimana. Yang pasti, aku melihat banyak semut keluar dari belakang lemari, dari balik karpet, juga dari bawah kasurku.
“Semoga beruntung paman Alexander” terdengar ucapan Attar.
Handphone ku berdering, Terdengar suara headwriterku di seberang sana.
“Ram, gua udah terima script lo. Udah oke kok, tinggal gue revisi dikit aja. Tapi Ram. Ada kabar buruk, Gini.. Ah, tapi lo udah pasti bisa nebak lah Ram, dari meeting terakhir kita dan keputusan perubahan format belakangan ini…”
Aku diam sejenak.
“Mau dibungkus ya mbak?” mendadak kepalaku ikutan gatal.
“Yoi Ram. Tapi yang sekarang gue tetap bayar elo kok. Soalnya habis gue revisi nanti, yang ini akan tetap di syuting, sama satu episode lain dari tim sebelah. Pokoknya kalau ada update, nanti gue kabarin lagi”
“Oke Mbak, siap. Rama ngerti. emang gak bisa dipaksain, cuma gak nyangka aja secepat ini. Makasih ya Mbak ” jawabku setelah diam beberapa saat,
Panggilan tersebut pun berakhir.
Dan aku melihat semakin banyak semut-semut menuju kearahku. Darahku terasa mendidih.
Aku menyalakan rokokku, menghisapnya pelan sambil kemudian merobek beberapa kertas dari buku dihadapanku, membakarnya dengan korek di tangan. Kemudian kertas-kertas yang sudah menyala tersebut aku letakkan di tempat semut-semut itu muncul dan berkumpul.
“Maaf Alexander, bukan surga, tapi api neraka yang akan menjadi bagianmu”
Aku terus membakar kertas dan menyebarkannya di tempat semut-semut tersebut muncul dan berkumpul. Aku cuma berharap Attar dan pengikutnya tidak lagi disana : sudah bersembunyi atau pergi jauh. Aku sudah terlanjur suka dengan semut satu itu.
END