Cerita BATMAN : NINJA yang hilang ditengah kepulan asap aksi visual.

Batman, sepertinya akan selalu menjadi superhero yang paling menarik, paling tidak buat saya,

simple, karena mungkin, Batman  sangat dekat dengan kita

don’t get me wrong,

Saya tahu, sebagian besar dari kita tidak sekaya Batman, sebagian lain juga tidak segenius beliau, atau bahkan jawara diantara kita pun masih jauh dari kemampuan beladiri manusia kelelawar ini.

Tapi paling tidak, kita selalu diperlihatkan, bahwa dari semua ketidak manusiawiaannya, kita tau kalau Bruce Wayne seorang  millionaire playboy cuma persona yang  ingin diperlihatkan dipublik, seperti yang  kita lakukan lewat instagram dan media sosial milik kita (mungkin), Batman juga seperti kita, baru menanggalkan ‘topeng’  saat bersama orang yang kita cintai dan percaya, dalam kasus Batman, tentunya Alfred, dan topeng yang dilepas Batman sering kali bukan cuma topeng batman yang terlihat secara fisik. Berapa kali kita melihat rapuhnya om Bruce  di depan Butlernya ini?

Dan yang terakhir Batman sendiri, siapa yang tidak punya kehidupan rahasia atau sisi gelap?

dan masih seperti Batman:  mungkinkah bagian paling rahasia ini justru adalah siapa yang sebenarnya? entahlah.

Hal-hal manusiawi inilah yang sering digali, dan dimainkan dan menjadi cerita yang sepertinya tidak pernah habis untuk sang cape crusader ini.

Bagaimana dengan Batman : Ninja. Cerita dan konflik apa yang akan dibawa?

**

Batman_Ninja_poster_01

Sebuah eksperimen dari Grodd si Gorilla membuat para penjahat utama Gotham dan bat-family terlempar ke zaman feudal Jepang , sementara Batman sendiri sampai disana dalam hitungan telat dua tahun, dimana  Penguin, Two face, Poison Ivy dan Deathstroke sudah menjadi para daimyo  (lord)  di Jepang, sementara di puncak kasta tertinggi : siapa lagi kalau bukan Sang Joker (dan Harleyquin) ?

Begitulah, cuma Bane yang kebagian menjadi stereotip tertebak: pesumo.

Maka Batman harus berjuang untuk kembali ke zamannya sekaligus menyelamatkan Jepang ditemani  Catwoman, Alfred, Robin, Red Robin, Nightwing, Bahwan Red Hood. mengambil tampilan ala feudal japan,  ( Favorit saya adalah Red Hood yang mengambil bentuk budhist monk dengan penutup kepala). Selain mereka,  Batman juga dibantu oleh Aeon dari klan ninja pemuja Batman yang memegang teguh ramalan bahwa seorang ninja bertopeng kelelawar akan menjadi penyelamat jepang.

Ya, Walau ninja bukan element yang baru dalam kehidupan Batman, tapi dengan mengambil setting zaman feudal, hal ini tetap memberikan kesegaran dan antusiasme baru. Dan bukan cuma itu, apalah artinya sudah di Jepang kalau kita tidak mengunakan…. MECHA ?  lengkap dengan rudal dan teknologi yang melewati zamannya.bahkan mereka juga bisa bergabung menjadi robot superbesar diiringi soundtrack nan super keren!!

GATTAI GATTAI GATTAI

Sementara jagoan kita hadir dengan teknologi ninja  ( dan samurai ) ‘apa adanya’ lengkap dengan kuda-kuda mereka..

**

Seperti yang sudah ditulis diatas, awalnya, saya mengharapkan film yang saya tunggu bahkan melebihi Infinity Wars ini, memberikan jalan cerita yang sedikit berisi dan dalam, kalau bukan penggalian emosi, atau ada misteri, mungkin  sedikit pelintiran sejarah Jepang, namun ternyata, film ini lebih memilih memanjakan mata kita lewat redesign karakter, aksi dan visual, dengan anime style yang TJAKEP LUAR BIASA dan beberapa menit menyadur lukisan ala jepang yang pcyhedelic. Bahkan pertarungan pedang antara Sang Batman dan Joker Nobunaga di atap kastil yang terbakar jauh lebih menarik dibanding tipu muslihat Joker yang terkesan cuma selewat.

Jadi, bisa dikatakan, saya agak kecewa dengan film ini, karena saya terlanjur punya ekspektasi yang tinggi.

Namun,tentunya, sebagai penyuka Batman, jejepangan, termasuk anime dan mecha, tentunya ada bagian diri pribadi saya yang bersorak kegirangan saat menonton film ini.

GATTAI GATTAI GATTAI !!!

Sudahkah saya mempersiapkan kebahagiaan sebelum 40-an?

Konon, usia 40 dianggap usia kematangan seorang pria. Kenapa, karena seharusnya di umur tersebut seorang pria sudah benar-benar mantap dalam tindakan maupun pikiran. Tidak ada lagi pencarian, 40 adalah waktu menikmati keputusan-keputusan dan jalan yang sudah dipilih sebelum memasuki fase tersebut.

Tapi, apakah 40  merupakan jaminan kebahagiaan?

Buat sebagian besar orang, Mungkin. Pasalnya diumur segitu, seharusnya, anak-anak sudah tumbuh menjadi remaja, Kalau  lelaki sudah bisa diajak mancing , teman bongkar motor, nonton bola, atau main playstation edisi sekian. Sementara sebagai ayah dari seorang anak perempuan, ini sudah memasuki tahapan karma : fase dimana melindungi anak perempuan dari serangan remaja lelaki yang sedang berada dalam masa puber.

Sayangnya tidak semua orang bisa begitu, dan tidak semua orang memilih jalan hidup demikian.

Saya,saat ini sudah berada di usia 30, yang tentunya sudah sangat dekat dengan usia 40  ( percayalah, sepuluh tahun itu sebentar), Harusnya ini adalah detik-detik akhir saya berpikir dan menjawab pertanyaan : apakah mimpi-mimpi  saya akan terwujud sebelum 40? apakah saya memang akan menjadi penulis naskah di salah satu film atau serial televisi? atau mungkin, apakah fiksi saya akan best seller ? atau saya akan terjun bebas menjadi pemilik warung kopi dan indomie dengan rak buku kecil sebagai menu tambahannya?

Bagaimanapun perbedaan jalan, apapun mimpi dipilih, tentunya akan ada semacam keinginan, langsung tidak langsung, untuk bahagia sebelum menginjak usia 40. Kalau kita kembali pada definisi bahagia diatas tadi : misalnya nanti saya bekeluarga ataupun paling tidak mengadopsi anak atau mungkin memelihara Naga, apa yang harus saya lakukan agar tetap tenang ketika diri sendiri atau anggota keluarga sakit atau mendapat musibah? atau  tidak terlalu berlarut dalam kesedihan ketika sudah ada yang harus pergi duluan. tetap kuat untuk meninggalkan dan ditinggalkan?

Atau kalau merujuk ke mimpi mimpi bahagia versi saya :  Setelah semuanya terwujud,    ( Amin! ) apa yang harus saya lakukan untuk menjaga agar kebahagiaan itu tetap ada ?

Jujur,  saya belum terlalu memikirkannya.

Jalan bahagia yang saya pikirkan sekarang, sejatinya sungguh sederhana: bagaimana mendapatkan sebuah  laptop baru untuk menunjang mimpi saya sebagai penulis, karena laptop yang sekarang sudah cukup lama menemani saya dan sudah sepantasnya beristirahat.Selain itu, saya juga butuh sebuah kamera professional, untuk meningkatkan kualitas foto saya yang sedang gandrung-gandrungnya memotret jalanan dan ruang publik dan selama ini masih mengandalkan kamera ponsel.

Dan kebetulan, keduanya, adalah hadiah dari kompetisi menulis yang diadakan oleh Commonwealth life yang secara tidak langsung membuat asuransi muncul di kepala saya ( untuk informasi lebih lanjut silahkan berkunjung kesini ), sekaligus  memunculkan pertanyaan dan kemungkinan lain, misalnya :  seberapa besar manfaat asuransi untuk masa depan saya? apakah asuransi jiwa adalah bentuk investasi terbaik? apa saja unit link yang cocok untuk nantinya melindungi saya, keluarga, atau mungkin rumah saya yang berwujud kontainer raksasa suatu hari nanti ?

Sekali lagi, belum hari ini memang, tapi waktu akan terus berjalan,dan kita tidak akan pernah tahu perubahan yang menanti di masa depan. Suatu hari nanti, di ketika yang tidak terlalu lama dari hari ini, mungkin saya akan berpikir : jalan dan pilihan-pilihan apa saja yang saya punya agar  bahagia menjelang  40-an?

Mungkin, asuransi bisa menjadi salah satu jawaban.

 

Saya Menyukai Aroma Mistis Yang Menyelubungi Aroma Karsa

Dari dulu, saya selalu tertarik dengan dunia selain dunia kita, manusia. Misalnya tentang makhluk cerdas dari luar angkasa  yang bisa dijelaskan secara (fiksi) ilmiah,  atau keberadaan mereka yang tak kasat mata yang masih diperdebatkan. Tapi kalau seandainya ditanya, saya mau diculik yang mana, saya akan memilih yang pertama.

Berangkat dari kecintaan  itulah kenapa saya selalu suka buku-bukunya Dee, terutama serial Supernova, yang mengangkat dunia yang saya tuliskan tadi (  juga tentang mimpi, jamur,  dan hal-hal lain diantaranya ). Setelah berakhirnya IEP, saya berpikir, saya tidak akan lagi menikmati sesuatu yang demikian, Sampai Ibu Suri menciptakan sesuatu yang baru :  AROMA KARSA.

Walaupun Awalnya saya tidak begitu yakin, akankah saya menyukai buku ini?  karena buku ini mengambil jalan yang sedikit berbeda:  penciuman, parfum dan dunia disekitarnya, yang notabene bukan daerah yang menarik minat saya. Tapi ternyata, Aroma Karsa lebih dari sekedar cerita tukang parfum dan cinta.

Seperti buku-buku Dee lainnya, ini juga soal pencarian…

***

105403_f

Aroma Karsa,  sejatinya adalah cerita tentang Jati Wesi dan Tanaya Suma, sepasang anak muda dengan penciuman luar biasa yang dibesarkan di dunia berbeda, Jati dibesarkan di Bantar Gebang, di tengah tumpukan sampah yang membuatnya harus mengambil beberapa pekerjaan untuk bertahan hidup, satu diantaranya dalah peracik parfum di toko parfum aspal, sementara Suma dibersarkan dalam kemewahan oleh ibunya : Raras, pemilik Kemara, perusahaan parfum terbesar di Nusantara, yang punya misi tak kalah besar :  mencari bunga legendaris bernama Puspa Karsa yang nantinya akan berkaitan dengan penciuman dan pencarian Jati dan Suma.

Lebih dari separuh awal novel, adalah perkenalan yang mendalam khas Dewi Lestari tentang tokoh-tokohnya, Tentang ambisiusnya Raras dan misteri yang menyelubunginya, tentang hampir sempurnanya Suma dan sekelumit kisah asmaranya,  dan tentang Jati wesi yang keren, jenius dan sixpack.  Juga tentang tokoh-tokoh lain sepeti Khalid, Anung dan lain-lain yang terlihat minor namun menjadi bagian dari puzzle yang arus dipecahkan oleh Jati, Suma, dan juga pembaca untuk menemukan siapa mereka serta apa dan dimana sebenarnya Puspa Karsa? .

Di bagian  ini sangat terlihat hasil ketajaman riset Dee ( yang bahkan sampai ikut kursus meracik parfum demi novel ini ), sehingga tidak heran beragam istilah dunia wewangian, bisnis parfum dan kosmetik, bentang alam Prancis sebagai kota parfum dunia, sampai bahasa Jawa kuno dan sekelumit mitologinya, benar-benar melebur menjadi sebuah racikan wewangian khusus  a la Dewi lestari yang melenakan pembaca.

Namun buat saya pribadi, aroma favorit saya adalah aroma mistis ketika memasuki sepertiga akhir buku. Ketika benih-benih kecil informasi  yang ditanam di awal mulai tumbuh, wangi-wangi mulai semerbak, dan perburuan Puspa Karsa akhirnya benar-benar dilaksanakan. Di titik inilah saya kembali bernostalgia dengan dunia supernova-nya Dee. Saya tersenyum-senyum sendiri, ketika Dee menceritakan dunia astral Gunung Lawu yang terkait dengan sejarah (fiksi) kerajaan Majapahit, yang mau tidak mau membawa saya  kembali kecerita cerita nenek saya, tentang makhluk tak kasat mata yang dikenal dengan bunian, yang punya perkampungan seperti kita manusia, tapi tidak terlihat oleh mata biasa, atau dikenal juga dengan kampung dewa di daerah lain, kampung tak tampak, atau nama-nama lain di tiap daerah di Nusantara yang sepetinya memang memiliki daerah magis seperti ini, dan semuanya memiliki kesamaan : mereka biasanya bermukim di hutan atau gunung. Kurang lebih seperti kaum elf di literatur barat sana, mungkin.

Kembali ke Aroma Karsa, dititik inilah para tokoh : Raras, Jati, Suma juga beberapa tokoh ‘baru’ seperti Lambang, Kapten Jindra dan Iwan, terlibat petualangan seru, penuh misteri dan resiko, yang sayangnya terlalu cepat berakhir. Untunglah, sebagai pengobat,  sang pengarang, memberikan ending yang luar biasa yang memberikan harapan kepada para pembaca (khususnya saya yang protes kenapa bagian pencarian nan seru bin magis ini cuma sepertiga buku? ), kalau ini adalah awal dari semuanya, sesuai judul bab terakhir dari buku ini : GERBANG AWAL.

Maka begitulah, Kalau ada satu aroma lain yang bisa saya endus ketika membaca buku ini maka itu adalah aroma sekuel untuk Aroma Karsa. Semoga ini memang menjadi awal sebuah universe baru, yang tidak kalah keren, magis dan mengguncang nalar seperti Supernova.